Nobar alias nonton bareng tak harus melulu bergerombol di satu tempat. Teknologi telah memaksa kata mengubah makna. Seperti hari ini. Saat terpaksa nobar Pacquiao vs Margarito di tempat terpisah. Padahal Ubet Markasan, teman serumahku, janji nonton tinju bersama. Maklum kami berdua kecanduan olahraga keras itu.
Jam menunjukkan pukul 11.30. Beberapa partai tambahan selesai digelar. Sebentar lagi kedua petinju partai utama masuk gelanggang. Tanganku pegang ponsel dan jariku segera menari.
''Senyum Pacquiao masih seperti biasa. Tanpa beban,'' kataku.
''Iyo, Bos.'' jawab Ubet.
Roude pertama pun selesai.
''Roude 1 dia (Pacman) unggul,'' komentarku.
''Setuju, Bos. Mantaaab!'' Ubet mengamini.
Rounde empat pun menjelang.
''Wajah Margarito mengenaskan,'' ujarku.
''Iyo, sobek satu kilo meter. Margarito kukira kuat. Ternyata wis gak ngatasi.'' Ubet menimpali.
''Sabar, Bro. Permainan masih panjang. Tapi memang Pacman lawan sansak hidup.''
''Harusnya wis wayahe lempar handuk putih.''
''Handuk putihnya jadi merah darah. Sedang beli baru. Tokonya jauh.''
''Beli di Indomaret terdekat saja.''
''Wah wis diborong sama lawan Pacquiao terdahulu. Belum sempat kulakan...''
Hampir semua dari 9.999 pukulan petinju asal Filipina itu mendarat dengan selamat di wajah Margarito. Lebam dan berdarah-darah jadinya. Pacquiao pun menang angka mutlak.
''Tahun depan giliranmu lawan Pacman. Besuk kudaftarkan.''
''Aku tak latihan dulu seabad.''
''Yo wis. Tak nulis surat wasiat disik.''
Nobar pun berakhir...
No comments:
Post a Comment