Wednesday, September 28, 2011

Pisang Goreng Bulok


Yang membuat orang pintar berimprovisasi sering kali adalah mepetnya keadaan. Munculnya Pisang Goreng Bulok juga menjadikan "si kepepet" sebagai tersangka. Walau hasil improvisasi kali ini belum seheboh Bob Sadino yang menelurkan Kemchick, atau Sandiaga S. Uno yang melahirkan Saratoga, tapi saya cukup senang.

Ceritanya begini. Kemarin, sekembali dari pulang kampung alias mudik lebaran, aku disambut oleh cerianya warna kuning yang terpancar dari tiga sisir pisang kepok sisa produksi kripik pisang akhir Ramadhan lalu. Ranum sekali mereka. Rasanya sayang jika keindahannya rusak oleh kerakusanku. Maklum, masa pertumbuhan sering membuatku banyak makan tanpa sadar. He..he..

Hari pun berganti. Semburat kuning pisang kepok mulai redup. Beberapa sisi belang mengitam. Menandakan pisang memasuki masa pasca-matang, untuk tidak menyebut membusuk. Saatnya misi penyelamatan! Hiaat...

Pagi ini, sehabis subuh aku pasang aksi di Dapur Bulan Madu, di mana aku bersama belahan jiwaku biasa adu masak. Kupas dan potong pisang, racik tepung, nyalakan kompor, pasang wajan, panaskan minyak. Kreasi jajanan dari pisang kepok pun dimulai.

Zap...zap...zap...(selesai). Pisang Goreng Bulok siap dihidangkan.

Memang tidak spesial. Namun teman-teman sekantor menyangka pisang goreng itu buatan tangan perempuan. Artinya masakanku tak kalah enak dari masakan master chef asal Kediri, Kyut Wulwul. Padahal istriku itu sedang di luar kota. Dan aku menjadi bujang lokal di Surabaya.

Oleh karenanya pisang goreng ini kunamai Pisang Goreng Bulok (Bujang Lokal).

Sampai jumpa di Dapur Bulan Madu untuk menu berikutnya...

Friday, September 9, 2011

Penemu Rumus Baru

Tahukah Anda, dua tanda strip (-) di stik putih itu artinya positif (+)

- + - = + (negatif + negatif = positif)

Begitulah rumus baru itu terbaca, lamat-lamat sambil ngucek mata aku hampir tak percaya. Mungkin begitu pula yang dialami Archimedes. Saat suatu pagi ia menyadari bebek karetnya yang selama ini menemaninya mandi, menyembul ke atas ketika ia menekannya ke bawah. "EUREKA!".

21 Ramadhan 1432. Pukul 20.45.
"Assalamu'alaikum...," sambil membuka pintu kuucap salam. Tak ada jawaban. Hanya suara kipas angin yang berdesir pelan. Mengaduk udara ruang kecil tak berpintu. Rupanya Tuan Putri sedang terlelap.

"Kyut...," kupanggil ia pelan. Nafasnya ditarik panjang dan mulai menggeliat. Perlahan matanya terbuka. "Mas, aku pusing."

Keluhnya masih seperti tadi pagi. Juga seperti beberapa hari terakhir. Badannya panas, selera makannya turun, badannya lunglai. Tuan Putri memang sedang tidak fit.

"Aku ingin memastikan. Khawatir ada apa-apa terjadi padaku," ungkapnya.

"Yo wis, biar kubelikan sekarang," sahutku bersemangat sekaligus khawatir.

Motor matik yang baru saja kuparkir, kupacu kembali. Sambil mengingat-ingat di mana ada apotek. Memang baru satu bulan kami tinggal di sini. Belum menguasai pemetaan wilayah. Setelah memacu motor matik 10 km bolak-balik, aku kembali tiba di rumah. "Sekarang istirahat dulu. Ini dipakainya besuk pagi ya," kuletakkan bungkusan plastik hitam di sisi tempat tidur. Aku pun ikut merebahkan badan.

Tak lama berselang, terdengar panggilan dari ruang belakang. Diikuti suara saklar lampu yang dipencet berulang-ulang. Sejak awal tinggal di sini saklar lampu ruang tengah sedikit rewel. Setengah sadar aku terbangun. Rupanya baru saja aku terlelap sejenak. Tuan Putri pun telah terjaga. Sementara tangan kiri masih bermain saklar, tangan kanannya memegang kertas kecil semacam tester parfum mahal.

"Mas, kok nggak kelihatan," katanya gundah. Kupaksa badanku agar siaga. Seraya memutar kembali ingatan satu jam yang lalu. Barulah aku tersadar. Bungkusan plastik hitam tak lagi di tempat kuletakkan.

"Coba kulihat," kataku sambil menggapai sehelai kertas kecil bermerek Akurat tadi sambil berdiri dan memencet saklar. Ruangan jadi terang.

Sejenak kufokuskan konsentrasiku untuk membaca pesan yang tertera di kertas test pack itu. Macam pawang vampir China membaca mantra. Kuperhatikan dan segera kuteringat sebingkai foto di Blackberry Kang Rama beberapa waktu lalu. "Memang nggak terlalu keliatan, tapi ini cukup jelas menandakan bahwa istriku positif hamil," kata suami sahabatku itu.

"Kyut sayang, ini ada dua strip. Artinya kamu positif," kataku seraya kaget oleh pelukan kuat hingga membuat wajahku ungu. Ialah istriku, sang penemu rumus baru....

Istriku, aku tresno marang sliramu. Suwer deh...

Fajarku Terbit


Duh Gusti, makin jauh dan tak mungkin hamba menebus nikmat-Mu. Ramadhan kembali menyapaku. Tak bosan-bosannya Engkau berikan kesempatan padaku untuk berjumpa Bulan Suci-Mu. Duh Gusti, hamba mohon ridha-Mu.

1 Ramadhan 1432 H
Ternyata makan sahurku sangat beda tahun ini. Tahu kenapa? Patahan tulang iga yang telah lama kucari telah kembali.

Fajar-ku, terbit dan terangilah sisa waktuku.