Monday, January 30, 2012

Bukan Pembalut (2)

Apa sih di dunia ini yang nggak dibikin sama China?
Di dunia ini Tuhan hanya menciptakan 2 hal : "Makhluk" dan "Akal". Sisanya buatan Cina...

To be continued

Sunday, January 29, 2012

Hitamnya Rawon

Rawon Mojoagung, terletak di pinggir jalan Mojoagung-Ngoro.

Sepuluh tahun yang lalu saya berkenalan dengan rawon. Kuliner asal Surabaya yang khas dengan racikan bumbu yang pekat dan kuah hitam kluwek. Pada pandangan pertama saya merasa ini bukan makanan yang layak mengganjal perut. Warnanya yang gelap terasa tidak manusiawi.

Apalagi kala itu rawon yang disuguhkan adalah hasil karya Mbah Ti, mertua pamanku yang mantan koki. Ia memang terkenal berani dalam meracik bumbu.

Namun masakan Mbah Ti sungguh luar biasa. Hitamnya kluwek kalah oleh aroma yang begitu menggoda. Karena penasaran, kucicipi juga masakan aneh itu. Kini aku menjadi penikmat rawon.

Di kesempatan lain, seorang teman kuliah mengajakku mencicipi rawon terkenal di Kota Pahlawan ini. Bahkan Pak Bondan Si Tukang Wisata Kuliner memberikan predikat "mak nyus". Mungkin Anda sudah tahu depot rawon di Jl. Embong Malang, Surabaya ini. Ya, Rawon Setan.

Setengah tahun terakhir aku sedang menggandrungi Rawon Mojoagung yang terletak sekitar satu kilo meter di sebelah selatan Tugu Bambu Runcing Mojoagung Jombang. Kebetulan jalurku sambang mertua, Surbaya-Kediri, melewatinya. Walau tempatnya sederhana dan pelanggannya kebanyakan kru armada truk antar kota, rawon yang satu ini layak Anda coba. Insyaallah, mak nyus...

Friday, January 27, 2012

Kekasih Dunia Maya


Dari internet turun ke hati. Waspadailah kekasih dunia maya ! ! !
Oleh: Bunda Adib

Kadang jika kita hanya sekedar menyampaikan untaian nasehat, mungkin sebagian orang belum tersentuh. Namun tatkala dikemukakan sebuah kisah, barulah hati kita mulai tersentuh dan baru bisa menarik pelajaran. Semoga kisah berikut bisa menjadi pelajaran bagi kita semua.

Kisah Bincang-bincang Seorang Istri di Dunia Maya

Kisah ini terjadi di Lebanon berdasarkan apa yang saya dengar lewat kajian bersama ustadz di majelis ilmu syar’i … Ustadz menguraikan kisah ini agar bisa menjadi perhatian bagi muslimah di sini (Sydney) agar mereka berhati-hati terhadap chatting ini dan tidak melayani sapaan dari laki-laki yang suka iseng menggoda lewat chatting ini…

Beliau adalah seorang wanita muslimah yang alhamdulillah Allah karuniakan kepadanya seorang suami yang baik akhlak dan budi pekertinya. Di rumah ia pun memilki komputer sebagaimana keluarga muslim lainnya di mana komputer bukan lagi merupakan barang mewah di Lebanon. Sang suami pun mengajari bagaimana menggunakan fasilitas ini yang akhirnya ia pun mahir bermain internet. Yang akhirnya ia pun mahir pula chatting dengan kawan-kawanya sesama muslimah.

Awalnya ia hanya chatting dengan rekannya sesama muslimah, … hingga pada suatu hari ia disapa oleh seorang laki-laki yang mengaku sama-sama tinggal dikota beliau.Terkesan dengan gaya tulisannya yang enak dibaca dan terkesan ramah. Sang muslimah yang telah bersuami ini akhirnya tergoda pada lelaki tersebut.

Bila sang suami sibuk bekerja untuk mengisi kekosongan waktunya, ia akhirnya menghabiskan waktu bersama dengan lelaki itu lewat chatting, … sampai sang suami menegurnya setiba dari kerja mengapa ia tetap sibuk di internet. Sang istri pun membalas bahwa ia merasa bosan karena suaminya selalu sibuk bekerja dan ia merasa kesepian, … ia merahasiakan dengan siapa ia chatting .. khawatir bila suaminya tahu maka ia akan dilarang main internet lagi…. Sungguh ia telah kecanduan berchatting ria dengan lelaki tersebut.

Fitnah pun semakin terjadi di dalam hatinya, .. ia melihat sosok suaminya sungguh jauh berbeda dengan lelaki tersebut, enak diajak berkomunikasi, senang bercanda dan sejuta keindahan lainnya di mana setan telah mengukir begitu indah di dalam lubuk hatinya.

Duhai fitnah asmara semakin membara, … ketika ia chatting lagi sang laki-laki itu pun tambah menggodanya, .. ia pun ingin bertemu empat mata dengannya. Gembiralah hatinya, .. ia pun memenuhi keinginan lelaki tersebut untuk berjumpa. Jadilah mereka berjumpa dalam sebuah restoran, lewat pembiacaran via darat mereka jadi lebih akrab. Dari pertemuan itu akhirnya dilanjutkan dengan pertemuan berikutnya.

Hingga akhirnya si lelaki tersebut telah berhasil menawan hatinya. Sang suami yang menasehati agar ia tidak lama-lama main internet tidak digubrisnya. Akhirnya suami wanita ini menjual komputer tersebut karena kesal nasehatnya tidak di dengar, lalu apa yang terjadi ?? Langkah itu (menjual komputer) membuat marah sang istri yang akhirnya ia pun meminta cerai dari suaminya. Sungguh ia masih teringat percakapan manis dengan laki-laki tersebut yang menyatakan bahwa ia sangatlah mencintai dirinya, dan ia berjanji akan menikahinya apabila ia bercerai dari suaminya.

Sang suami yang sangat mencintai istrinya tersebut tentu saja menolak keputusan cerai itu. Karena terus didesak sang istri akhirnya ia pun dengan berat hati menceraikan istrinya. Sungguh betapa hebatnya fitnah lelaki itu. Singkatnya setelah ia selesai cerai dengan suaminya ia pun menemui lelaki tersebut dan memberitahukan kabar gembira tentang statusnya sekarang yang telah menjadi janda. Lalu apakah si lelaki itu mau menikahinya sebagaimana janjinya???

Ya ukhti muslimah dengarlah penuturan kisah tragis ini, … dengan tegasnya si lelaki itu berkata, “Tidak!! Aku tidak mau menikahimu! Aku hanya mengujimu sejauh mana engkau mencintai suamimu,ternyata engkau hanyalah seorang wanita yang tidak setia kepada suami. Dan, aku takut bila aku menikahimu nantinya engkau tidak akan setia kepadaku! Bukan ,..bukan..wanita sepertimu yang aku cari, aku mendambakan seorang istri yang setia dan taat kepada suaminya..!”

Lalu ia pun berdiri meninggalkan wanita ini, .. sang wanita dengan isak tangis yang tidak tertahan inipun akhirnya menemui ustadz tadi dan menceritakan Kisahnya…. Ia pun merasa malu untuk meminta rujuk kembali dengan suaminya yang dulu … mengingat betapa buruknya dia melayani suaminya dan telah menjadi istri yang tidak setia.

(tulisan ini saya kopas dengan ijin sepihak untuk tujuan baik)

Wednesday, January 25, 2012

Kyai Slamet, Si Motor Antik

Kyai Slamet sedang ngikuti kontes kecantikan

Entah sudah berapa juta mil jarak yang ditempuh Kyai Slamet (yang ini bukan kerbaunya Kraton Surakarta lho...). Yang jelas jauh sebelum kutunggangi, seorang bapak tua di Banyudono, Boyolali sana telah mengendarai motor antik ini selama sewindu. Baru saat aku menginjak usia 17 tahun, seiring syarat untuk boleh mengantongi Surat Ijin Mengemudi (SIM), Kyai Slamet berpindah ke tanganku. Walau waktu itu aku tak langsung mengurus salah satu kartu anti tilang itu. Sebab kepindahan Kyai Slamet ke tanganku bukan karena aku sudah punya SIM. Sebagaimana umumnya para pengandara di negeri kita tercinta, Indonesia.

Saat itu aku duduk dibangku kelas satu SMA 1 Simo, menjelang kenaikan kelas. Walau sekolah ndeso, soal gaya nggak mau kalah sama yang di TV. Saat itu juga aku baru belajar naik motor. Teman-teman bilang, motor pertama kok bekas. Tepat seperti Samuel James Witwicky, yang malu diejek teman-temannya saat dibelikan sebuah Chevy Camaro butut yang ternyata seekor robot alein bernama Bumblebee. Begitu juga keberkahan yang hadir bersama Kyai Slamet. Honda Astrea Star keluaran tahun 1992 ini walau butut masih mampu degeber hingga 95 km/jam. Apalagi saat musim hujan tiba. Ketika motor-motor lain yang relatif baru mogok kena hujan, Kyai Slamet dengan percaya diri melenggang di jalan yang banjir hingga menutupi knalpot.

Hingga kini Kyai Slamet masih setia menemaniku.

Tuesday, January 17, 2012

Pakaian Sang Ulama

Silakan pilih pakainan Anda. Hati-hati disangka partisan. He..he...


Oleh Ustadz Ahmad Sarwat, Lc.


Seorang mufti diutamakan berpenampilan yang khas dan lazim oleh masyarakat luas sebagai seorang pemberi fatwa. Tentu tidak harus pakaian yang mewah atau mahal, juga tidak perlu mengada-ada, sehingga malah lebih mirip badut atau tukang sulap. 

a. Pakaian Syar'i

Yang utama dari pakaian seorang mufti tentu pakaian yang syar'i, yaitu menutup aurat, tidak menyerupai pakaian orang kafir atau lawan jenis, juga bukan merupakan pakaian yang menggambarkan sifat riya', 'ujub dan sombong. 

Dan ketentuan lain adalah bahan pakaian itu harus bebas dari emas dan sutera bagi yang laki-laki, namun tidak mengapa bagi wanita.

b. Pakaian Khas

Selain harus syar'i, tentu pakaian khas mufti harus khas, agar masyarakat mudah mengenali mereka, dan tidak salah alamat ketika bertanya tentang masalah agama.

Sekedar catatan, dahulu para ulama memang mudah dikenali dari kostumnya yang berbeda dari masyarakat awam. Tentu hal ini bukan dalam rangka riya', cari sensasi tapi kosong isi. Tetapi fungsinya agar orang tidak salah ketika bertanya kepada para ulama, karena mereka punya kostum yang khas.

Kira-kira perbandingannya adalah dalam masalah pelayanan umum dan menjaga keamanan, kita ini membutuhkan polisi. Kalau polisi tidak pakai seragam, lantas bagaimana masyarakat bisa mengenalinya? 

Oleh karena itu, wajar bila polisi mengenakan seragam tertentu. Dan polisi harus bangga dengan seragamnya itu dalam arti yang positif. Polisi yang baik tentu mengerti bahwa seragamnya itu dikenakan bukan sekedar untuk jual tampang atau bangga-banggaan. Di balik seragam itu ada tanggung jawab yang besar, moral yang tinggi, serta pengabdian kepada masyarakat yang mendalam. 

Demikian juga para ulama di masa lalu, mereka punya ciri khas seperti jubah panjang dengan sorban dan sebagainya. Namun boleh jadi kostum dan atribut para mufti ini berbeda-beda pada tiap-tiap negeri, karena faktor budaya dan 'urf lokal. Maka apa yang mereka kenakan di suatu negeri boleh jadi berbeda dengan yang dikenakan di negeri yang lain.

Yang dikenakan oleh para masyaikh Al-Azhar hari ini adalah jubah panjang lengkap dengan torbus atau kopiah merah yang dililit dengan sorban putih. Kemana pun di dunia ini, kalau kita bertemu dengan orang dengan kostum seperti ini, kita bisa menebak dengan tepat bahwa beliau adalah min abna'il-azhar. 

Kalau di negeri kita, khas pakaian para ulama di masa lalu tentu sarung, baju koko, kopiah atau sorban yang melilit kepala, serta rida', yaitu sorban yang diselempangkan ke pundak. Walau pun atribut seperti ini sebenarnya tidak baku, karena ada sebagian yang juga mengenakan jas dan celana panjang. 

Tetapi baju gamis model Pakistan yang panjangnya sampai paha atau lutut, serta celana panjang yang potongannya lebar tapi panjangnya cuma separuh dari umumnya celana panjang yang kita, atau biasa disebut cingkrang jauh di atas mata kaki, bukan khas Indonesia. Model seperti lebih merupakan model impor yang baru saja dilakukan oleh anak muda zaman sekarang.

Namun intinya, kostum dan atribut itu dikenakan untuk memudahkan orang mengenal para mufti, agar mudah ditemui untuk kita dapatkan ilmunya atau untuk bisa dimintai penjelasannya.

Sayangnya oleh mereka yang kurang ilmu, seragam khas para ulama ini lantas dijadikan kontes mode bagaikan peragaan busana. Mereka yang bukan ulama, tidak pernah berguru dengan benar, tidak punya kafaah syar'i bahkan tidak bisa bahasa Arab, tanpa rasa malu naik ke atas catwalk dan mondar-mandir kesana kemari, berlanggak seperti ulama dengan kostumnya, lalu berlenggak-lenggok dengan sangat pe-de-nya. Sayang sekali mereka tidak tahu, bahwa pakaian itu dahulu adalah pakaian yang tidak boleh dikenakan oleh sembarang orang. 

Ibarat seragam polisi, meski memang bisa saja membeli seragam itu dengan murah di bilangan Pasar Senen Jakarta. Tapi kalau seragam itu kita pakai, lantas kita berdiri di perempatan jalan, maka kita harus siap-siap diciduk oleh polisi yang asli. Kita akan dikenakan pasal berlapis, karena telah memakai seragam polisi, padahal kita bukan polisi.

Sayangnya, di masa sekarang ini, seragam para ulama itu telah kehilangan makna. Mereka yang bukan ulama, agak rajin mengenakan pakaian ulama. Sebaliknya, mereka yang sesungguhnya punya kapasitas sebagai ulama, umumnya malah merasa rendah hati untuk tidak mengenakannya.

Namun sebenarnya masalah ini bukan tidak ada jalan keluarnya. Toh kita masih mengenali para ulama ini lewat tulisan ilmiyah mereka. Sebab tulisan mereka itu adalah salah satu jati diri mereka, yang dengan mudah bisa kita uji isi dan materinya. 

Dan untuk ukuran hari ini, nampaknya akan jauh lebih mudah kita mengenali para ulama dan mufti lewat karya mereka, dan bukan lewat busana mereka.

Bukankah kita mengenal Dr. Yusuf Al-Qaradawi lebih karena kita membaca tulisan beliau, ketimbang pakaiannya. Bukankah kita membaca dulu 11 jilid kitab Al-Fiqhul Islami wa Adillatuhu, baru kemudian kita kenal wajah Dr. Wahbah Az-Zuhaili dengan pakaiannya. Dan bukankah kita lebih kenal 11 jilid kitab Al-Mufashshal karya Dr. Abdul Karim Zaidan, sementara sosok wajahnya saja belum pernah kita lihat.

Para ulama zaman sekarang bisa dengan mudah kita kenali lewat tulisan ilmiyah mereka yang berbobot, bukan lagi lewat busananya.


(Tulisan ini saya kopas dengan ijin sepihak)

Saturday, January 14, 2012

Nubruk Si Arvi

Si Arvi macam inilah yang kutabrak tadi.
Gerimis membasahi jalanan Surabaya sejak siang tadi. Menjelang sore, rintik hujan belum juga reda. Entah mengapa aku memilih tidak memakai jas hujan walau tetes air dari langit itu masih cukup rapat. "Ah, tidak jauh lagi...," pikirku. Sempat berhenti dua kali, menimbang lagi pakai jas hujan atau tidak ya. Ah, tidak jauh lagi... Ternyata yang tak jauh lagi inilah yang akhirnya membuatku harus berpikir lebih jauh lagi. Di pertigaan itu kutubruk Si Arvi.

Kemarin kami membincangkan Si Arvi. Ia sosok yang ramah lingkungan. Penghargaan Ramah Lingkungan dari Kementrian Lingkungan Hidup disabetnya pada evaluasi penataan baku mutu emisi gas buang kendaraan bermotor tipe baru yang dilakukan KLH pada Mei-Agustus 2011.

Entah apa karena aku sudah nggak sabar untuk memilikinya, aku jadi menubruknya siang tadi. Walhasil, tangan dan kakiku lecet-lecet...