Menyimak lagi 3
Idiots, memang tidak salah apa yang dikatakan Farhan. Sudah menjadi naluri ketika melihat teman
yang gagal kita akan merasakan sedih. Tapi akan lebih sedih ketika menyaksikan
teman yang sukses. Perasaan manusia memang unik, absurd.
Sobat, semoga kita tidak termasuk orang yang dikatakan
Farhan. Lalu masuk kategori yang manakah kita?Minggu lalu saya bertemu dengan seseorang yang tidak
asing. Ia seorang juru parkir di sebuah pasar kecil di Simo. Sebuah kecamatan
di pedalaman Boyolali, Jawa Tengah. Sudah lebih sepuluh tahun kami tidak
bertemu. Terakhir mungkin saat pengumuman kelulusan SMA dulu.
Ya, ia temanku sejak di SMP dan SMA, walau beda kelas dan tak terlalu akrab. Rohmat namanya. Namanya yang indah. Doa orangtuanya semoga terkabul.Sebenarnya bukan pertama kali aku melihatnya menjadi juru parkir di sana. Namun, sejak seorang teman, alumni SMA yang sama, menuliskan “Ngerti tapi gayane gak kenal” di grup FB, di situ saya merasa tersentil.
Kali ini saya bertekad, akan saya sapa semua orang, apalagi jika saya mengenalnya. Termasuk Rohmat.Pasar tradisional adalah salah satu tempat terjorok di muka bumi. Apalagi di Indonesia saat musim hujan. Namun Rohmat tetap tampak bersemangat. Deretan motor dan mobil ia halau menuju tempat parkir yang kosong. Sesaat kemudian ia antarkan kendaraan-kendaraan itu menuju jalan, berebut tempat dalam kebisingan jalan.
Seharian penuh ia lakukan rutinitas itu. Sambil sesekali ia duduk melepas penat menikmati panas matahari yang tertahan daun kersen.
Di lain kesempatan, saya semakin intens mengikuti grup FB teman-teman alumni SMA. Ada seorang teman yang di akun FB-nya penuh dengan foto-foto "surga". Berkat profesinya ia bisa berada di tempat-tempat yang bagi sebagian besar orang ingin sekali ke sana. Pantai dengan pasir putih yang indah. Pegunungan dengan kabut tipis yang sejuk. Makan malam dipayungi cahaya temaram. Menenteng tas belanja warna-warni di mall. Tampak bahagia mereka.
Ternyata kesimpulan Farhan tidak semudah itu. Farhan orang India, yang mungkin tidak mengenal filosofi orang Jawa, “sawang sinawang”.Tak ada profesi rendah, walau Rohmat tampak lelah. Karena rezeki halal dan baiklah yang ia cari sebagai nafkah. Toh manusia bekerja untuk bekal beribadah.
Di suatu ketika yang lain, seorang klien kerja saya men-delete fotonya di media sosial setelah puluhan teman berkomentar dengan berbagai ekspresi kekaguman. Hanya sebuah foto berisi seorang ibu dengan dua putrinya berpakaian rapi, putih, bersih, cantik. Alasannya mudah sekaligus rumit untuk dicerna.
Ia tidak ingin dari sebuah foto saja mereka mengira hidup seseorang begitu mudah dan sempurna. “Saya bukan ibu yang sesempurna itu.”Mata manusia sangat mudah ditipu. Itulah mengapa don’t judge a book by its cover.
Karena seindah-indahnya surga dunia, hanya sementara.
Ya, ia temanku sejak di SMP dan SMA, walau beda kelas dan tak terlalu akrab. Rohmat namanya. Namanya yang indah. Doa orangtuanya semoga terkabul.Sebenarnya bukan pertama kali aku melihatnya menjadi juru parkir di sana. Namun, sejak seorang teman, alumni SMA yang sama, menuliskan “Ngerti tapi gayane gak kenal” di grup FB, di situ saya merasa tersentil.
Kali ini saya bertekad, akan saya sapa semua orang, apalagi jika saya mengenalnya. Termasuk Rohmat.Pasar tradisional adalah salah satu tempat terjorok di muka bumi. Apalagi di Indonesia saat musim hujan. Namun Rohmat tetap tampak bersemangat. Deretan motor dan mobil ia halau menuju tempat parkir yang kosong. Sesaat kemudian ia antarkan kendaraan-kendaraan itu menuju jalan, berebut tempat dalam kebisingan jalan.
Seharian penuh ia lakukan rutinitas itu. Sambil sesekali ia duduk melepas penat menikmati panas matahari yang tertahan daun kersen.
Di lain kesempatan, saya semakin intens mengikuti grup FB teman-teman alumni SMA. Ada seorang teman yang di akun FB-nya penuh dengan foto-foto "surga". Berkat profesinya ia bisa berada di tempat-tempat yang bagi sebagian besar orang ingin sekali ke sana. Pantai dengan pasir putih yang indah. Pegunungan dengan kabut tipis yang sejuk. Makan malam dipayungi cahaya temaram. Menenteng tas belanja warna-warni di mall. Tampak bahagia mereka.
Ternyata kesimpulan Farhan tidak semudah itu. Farhan orang India, yang mungkin tidak mengenal filosofi orang Jawa, “sawang sinawang”.Tak ada profesi rendah, walau Rohmat tampak lelah. Karena rezeki halal dan baiklah yang ia cari sebagai nafkah. Toh manusia bekerja untuk bekal beribadah.
Di suatu ketika yang lain, seorang klien kerja saya men-delete fotonya di media sosial setelah puluhan teman berkomentar dengan berbagai ekspresi kekaguman. Hanya sebuah foto berisi seorang ibu dengan dua putrinya berpakaian rapi, putih, bersih, cantik. Alasannya mudah sekaligus rumit untuk dicerna.
Ia tidak ingin dari sebuah foto saja mereka mengira hidup seseorang begitu mudah dan sempurna. “Saya bukan ibu yang sesempurna itu.”Mata manusia sangat mudah ditipu. Itulah mengapa don’t judge a book by its cover.
Karena seindah-indahnya surga dunia, hanya sementara.
No comments:
Post a Comment