Terkapar sehabis bertempur menghadapi infasi nyamuk. |
Ada beberapa jenis binatang yang di Surabaya Zoo tidak dipelihara. Namun bukan berarti mereka absen dari sana. Malah mereka sudah eksis sebelum kebun binatang terlengkap Indonesia itu ada. Salah satu dari mereka adalah mosquito, atau dalam Bahasa Indonesia dikenal sebagai nyamuk. Ibuku yang orang Boyolali memanggilnya jingklong. Karena binatang satu ini endemik di sepanjang katulistiwa hingga daerah iklim sedang, tak heran jika setiap bahasa mengenalnya dengan kata berbeda.
Nyamuk memang binatang yang luar biasa. Walau tidak dilindungi, justeru diburu dan dibasmi, mereka malah makin lestari. Mungkin perburuan nyamuk sudah terjadi sejak peradaban manusia dimulai.
Teknologi perburuan nyamuk pun mengikuti perkembangan jaman. Dari kebas nyamuk batu dari jaman batu, kebas nyamuk perunggu dari jaman perunggu, kebas nyamuk lidi dari jaman lidi. Dan yang terbaru adalah kebas nyamuk listrik.
Teman dari belahan dunia lain datang dan numpang tidur di rumah. Saat malam tiba, suara berisik terdengar dari kamarnya. Saat kulihat, rupanya ia sedang berpesta. Tangan kanannya memegang raket aneh. Mirip kepunyaan atlet di TV tapi lebih gemuk. Saat dipencet tombol, lampu biru menyala dan bersuara seperti kumpulan lebah terbang. "Awas minggir!" katanya. Dan "Tarr..tar...tar....", seekor nyamuk yang melintas di depan hidungku tewas terpanggang. Terbakar seperti kembang api. Aku pun hanya terbengong dan mengelus-elus hidungku yg hampir tersambar alat penyiksa sadis itu.
Tak butuh waktu lama untuk membuatku jatuh cinta. Malam itu juga aku menidurinya. Dan perang pun baru dimulai. Oh, kebas nyamuk listrik. Kau menemaniku melanjutkan peperangan abadi melawan nyamuk. Hajaaarrr!!!
No comments:
Post a Comment